Powered by Blogger.

Friday, 4 May 2012

Makalah Mal Praktik

  MAKALAH

Malpraktik Seorang bayi berumur 15 hari
di Balai Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah (BLU-RSUD)


Oleh :
Mokhamad Dafid Andianto
Nim : 7111027



PRODI D-III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
2011



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah  ini. Makalah ini disusun dengan tujuan melaksanakan tugas mata kuliah “Keperawatan Profesional” yang diberikan oleh Masruroh Hasyim. M,Kes. Skep Ns selaku dosen mata kuliah.
          Tidak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini hingga selesai.Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat khsusnya bagi penyusun sendiri dan para pembaca pada umumnya.
Kami percaya bahwa dalam menyusun laporan penelitian ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan.untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan laporan penelitian ini dimasa mendatang .
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya, sehingga segala bantuan yang telah diberikan baik berupa material maupun moral mendapat imbalan dari Tuhan YME.

                                                                                                          Jombang,31 januari 2012
                                                                                                           

  Penyusun





                                                 DAFTAR ISI                                                
COVER...............................................................................................................................   i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................   ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................   iii
BAB I  PENDAHULUAN....................................................................................................   4
Latar Belakang Masalah..............................................................................................   4
          Rumusan Masalah.......................................................................................................   4
          Tujuan Dan Manfaat...................................................................................................   4
BAB II   TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................   5
BAB III  PEMBAHASAN...................................................................................................   7
        A.Definisi Malpraktik...............................................................................................   7
          B. Jenis-jenis malpraktik............................................................................................   7
          C. Pandangan Masyarakat tentang malpraktik.......................................................... 10
          D. Cara pembuktian jika perawat terdakwa atau dituduh melakukan malpraktik.....   11
          E. Pelanggaran dan sanksi etika profesi formal seorang perawat..............................   12
          F.Upaya pencegahan malprakte.................................................................................   13
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................   16
          Kesimpulan.................................................................................................................   16
          Kritik dan Saran .........................................................................................................   16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................   17






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari.
Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran.
Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
B.     Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dibahas penulis dalam penulisan Makalah ini:
1.       Apakah Itu Malpraktik?
2.       Apa saja Jenis-jenis malpraktik?
3.       Pandangan Masyarakat tentang malpraktik
4.       Cara pembuktian jika perawat terdakwa atau dituduh melakukan malpraktik  ?
5.       Pelanggaran dan sanksi etika profesi formal seorang perawat
6.       Upaya pencegahan malpraktek ?


C.     Tujuan Dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:
a.       Untuk dapat mengetahui dan memahami bagaimana pengaturan mengenai
malpraktek yang dilakukan oleh bidan.
b.      Untuk dapat mengetahui dan memahami apa faktor-faktor penyebab terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan, upaya-upaya pencegahannya serta kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelesaian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Bayi meninggal karena kelalaian perawat
Seorang bayi berumur 15 hari meninggal dunia dalam perawatan medis di Balai Layanan Umum Rumah Sakit Umum Daerah (BLU-RSUD) dr Fauziah Bireuen, Jumat (5/9) pagi. Kasus itu diduga akibat kelalaian perawat yang sebelumnya sempat diminta melanjutkan arahan dokter dari UGD untuk segera dikonsultasikan ke dokter spesialis anak.
Informasi yang diperoleh Analisa di rumah sakit itu menyebutkan, bayi berusia 15 hari yang diberi nama Fadila Albayhaki merupakan bayi pasangan warga Gampong Raya Tambo, Peusangan, diterima petugas UGD pada Kamis (4/9) malam pukul 20.10 WIB dengan keluhan sesak nafas.
Sang bayi selanjutnya ditangani dr M Adi yang kala itu bertugas sebagai dokter piket UGD. Penanganan pun dilaporkan sesuai prosedur perawatan yang telah ditetapkan, selanjutnya pasien mungil itu dirujuk ke ruang Perinatologi dan ICU untuk ditangani lebih intensif. “Bayi itu diberikan oksigen, suntikan dan dimasukkan ke dalam inkubator. Pada berkas rujukan telah saya tulis kalau pasien harus segera dikonsultasi dengan dokter spesialis anak, tetapi saya tak paham mengapa tidak dilaporkan kepada dokter ahli. Saya telah lakukan upaya sesuai wewenang saya,” jelas M Adi.
Kepala Ruang Perinatologi dan ICU, Nurhayati mengatakan, dokter spesialis anak tidak ada yang bertugas pada malam hari, tetapi jika ada keperluan mendesak maka para dokter ahli anak mana pun bisa dihubungi melalui telepon. Sedangkan kala itu seluruh ruangan di bawah pengawasan dokter piket UGD.
“Bayi Fadila itu telah ditangani dokter piket di UGD, jadi tidak perlu lagi ditangani dokter spesialis anak. Kami telah berupaya secara maksimal, tetapi takdir berkata lain. Saya tidak menghubungi dokter ahli, itu pun sesuai arahan dokter piket UGD,” jelas Nurhayati yang berseberangan dengan pernyataan dr M Adi.
Secara terpisah, Direktur BLU-RSUD dr Fauziah, dr Tjut Darmawati Sp.A yang ditemui kemarin mengakui, kasus kematian bayi Fadila Albayhaki karena unsur kelalaian oleh perawat di ruang Perinatologi dan ICU, yakni tidak melaporkan kondisi pasien yang segera harus dikonsultasi dengan dokter ahli.
“Saya sendiri baru tahu pasien bayi itu meninggal tadi pagi. Menurut perawat memang tidak sempat ditangani dokter ahli. Dan ini saya nilai memang sebab human error, tapi biasalah manusia ada kesilapan sekali-kali,” kata dr Tjut Darmawati Sp.A didampingi dr M.Adi serta dua perawat Perinatologi dan ICU.
Dijelaskan, seharusnya pasien pada kondisi kritis wajib segera dikonsultasi kepada dokter spesialis, akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh perawat. Itu adalah sebuah bentuk pelanggaran yang mengakibatkan pasien meninggal dunia.
Terkait kasus tersebut, Tjut Dharmawati mengaku telah memperingatkan seluruh perawat dan dokter agar hal serupa tidak terulang lagi. Begitu pun, dia meminta agar kejadian itu lebih dilihat kepada unsur takdir















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Malpraktik

Definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentine v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.

B.     Jenis-Jenis Malpraktik
Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.
a.                   Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan.
b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).18
1)      Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat
melaksanakannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak
sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan

Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti:
a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).
Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis).
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.
e. Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:21
a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.
b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim
dipergunakan.
c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar.
             Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan adanya kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi “res ipsa loquitor” yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian tenaga kesehatan itulah yang harus membutikan tidak adanya kelalaian pada dirinya. Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis).
Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana. Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.
2)      Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.
Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa insikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar.
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati.
3)      Malpraktek Administratif
Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.
Jenis Malpraktik yang sering dikakukan adalah Kelalaian. Kelalaian sering sekali terjadi, kelalaian bukan karena kesengajaan. Kelalaian itu tidak melakukan yg seharusnya dilakukan, melakukan yg seharusnya tidak dilakukan oleh orang-orang yangg sekualifikasi pada situasi dan kondisi yg identik.
Indikator-Indikator sifat yang mengarah pada kelalaian (malpratik).
       Ketidaksengajaan       
       Kurang teliti
       Kurang hati-hati
       Acuh tak acuh
       Sembrono
       Tidak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun akibatnya bukan menjadi tujuannya





C.    Pandangan Masyarakat tentang malpraktik
Dalam Masyarakat Malpraktik terasa tidak asing lagi. Ini dikarnakan enyak sekaali berita-beriata tau informasi tentang malprkatik di media baik itu edia masa maupun Media Elektronik. Meskipun begitu pengetahuan masyarakat tentang malpraktik hanyalah sebatas informasi itu sendiri. Sehingga masyarakat beranggapan pelayan kesehatan (Perawat dan Dokter) itu:
1.      Pelayananya harus menghasilkan kesembuhan atau kesuksesan  
2.      Setiap perawat harus selalu siap berkorban melayani pasien
3.      Setiap layanan yang mengakibatkan akibat buruk adalah malpraktik
Sehingga hal ini lah yang mengakibatkan masyarakat memandang sesuatu malpraktik itu jika berakibat buruk pada pasien. Padahal masyarakat tidak mengerti setatus pasien ketika dirawat.
D.    Cara pembuktian jika perawat tdidadwa ata dituduh melakukan malpraktik
Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan criminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidana yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
                                                                                                    
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :

1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :

1.      Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan
(1) Adanya indikasi medis
(2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
(3) Bekerja sesuai standar profesi
(4) Sudah ada informed consent.

2.      Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan. Pelanggaran kewajiban tersebut.

3.      Direct Causation (penyebab langsung)
Hubungan Sebab-akibat, setidaknya penyebab terjadi malpraktek (proximate cause)

4.      Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsun
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak contributory negligence.
                          

E.     Pelanggaran dan sanksi etika profesi formal seorang perawat
Etika bagi perawat adalah suatu pedoman bagi perawat yang digunakan dalam pemecahan masalah / pengambilan keputusan etis baik dalam area praktek, pendidikan, administrasi maupun penelitian,sedangkan
kode etik keperawatan adalah suatu pernyataan masyarakat profesi keperawatan dari keyakinan yang menggambarkan moral nilai nilai dan tujuan keperawatan berikut ini adalah jenis pelanggaran dan sanksi yang diberikan jilka suatu perawat melakukan kesalahan atau pelanggaran kode etik :
pelanggaranya sebagai berikut :
1. Tidak memberikan informasi yang sebenarnya tentang keadaan pasien mengingat hak pasien adalah mendapatkan informasi terbuka tentang status kesehatannya.
2. Memaksa pasien untuk menerima atau menyetujui sat tindakan medis dimana sebenarnya hak pasien memberikan persetujuan atau penolakan terhadap tindakan medis atas dirinya atau keluarganya.
3. Sengaja menimbulkan kerugian bagi pasien, contohnya : menjual obat dengan harga tinggi padahal pasien sebenarnya tak membutuhkan obat tersebut.
4. Sengaja tidak memperhatikan keamanan dan kenyamanan pasien contoh : melindungi bagian tubuh dengan selimut atau pakaian untuk menjaga privasi pasien, memasang side rail (rail penyangga tempat tidur sehingga pasien jatuh ).
5. Salah memberikan therapy (obat) pada pasien yang beresiko menimbulkan relasi negatif untuk pasien.
6. Membuka atau memberikan informasi medis ( jenis penyakit,penyebab dll) pasien kepada orang lain yang tidak berkepentingan (selain tenaga medis yang menangani pasien) hak pasien adalah mendapat privasi dirinya dan kerahasiaan medis dirinya.
7. Membedakan pasien atas dasar ras, keyakinan, umur dan faktor lain hak pasien adalah mendapat perlakuan yang sama.
8. Menolak melakukan tindakan emergency yang akan membahayakan jiwa dikarenakan jaminan pasien belum selsai
9. Tidak melakukan dokumentasi pasien dengan benar, catat secara akurat objektif, dan lengkap tidak boleh ada penghapusan data ataupun tanpa paraf dan nama disampingtulisannya.
10. Perawat melakukan tindakan kriminal : kekerasan pada pasien ringan hingga berat.
11. Perawat melakukan kecerobohan : meliputi memfitnah,mengekang kebebasan pasien atau mengancam pasien.
Dari pelanggaran diatas erawat akan mendapatkan sanksi yang beragam dan bermacam – macam dibawah ini adalah sanksi yang akan diberikan jika seorang perawat melakukan kesalahan :
sanksi sanksi yang akan diberikan :
sanksi – sanksi akan diberikan setelah yang bersangkutan dinyatakan melanggar kode etik keperawatan “
sanksi I : Diberikan teguran secara lisan dan dilakukan pembinaan
sanksi II : Diberikan teguran secara tertulis dan dilakukan pembinaan
sanksi III : Diberikan sanksi hukuman (denda/penjara)
            Perdata à ganti rugi  (UU : 36/2009,Ps 58)
            Pidana à UU 36/2009 Bab XX (ketentuan pidana)
catatan : sanksi diberikan tergantung dari besarnya pelanggaran yang dilakukan
   

F.      Upaya pencegahan malpraktek
1.      Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2.      Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :
a.       Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b.       Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.
INFORMED CONSENT: Perjanjian yang di lakukan antara pasien dan dokter sebelum melakukan sutu





















BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indicator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari. 
Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Maka dengan kejadian-kejadian yang benyak sekali terjadi pada pelayan kesehatan baik doker mapun Dokter diharapkan para pelayan kesehatan khusunya Dokter dan perawat lebih hati-hati dan bertindak sesuai SOP.

B.     Kritik dan Saran

Kami sadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Kai harap Kritik dn saran yang mendukung selalu kami harapkan demi kesempunaan makalah kami ini.




  
Daftar Pustaka
Soeparto, Pitono,dkk, Etik Dan Hukum Dibidang Kesehatan, Surabaya: Airlangga University, 2008, hal 129  

1 comments: